Dari judul mungkin banyak yang mengira kalau ini potongan dari sebuah lagu dari Fourtwnty – Zona Nyaman. Yaa tidak salah karena memang lagunya relate dengan cerita ini.
Pernah tidak terbesit di benak kita bahwa apa yang kita lakukan rasanya kurang cukup, atau kita kurang puas dengan hasilnya sampai terpikir, “Kok aku gini-gini terus, ya?”
Aku adalah salah satu orang yang sudah di tahap muak dengan diri sendiri kala itu. Mungkin orang-orang yang mengenal aku seperti teman SMA, kuliah, dan kerja berpikir bahwa aku sudah “dewasa” secara pikiran dan realitnya banyak yang berpikir seperti itu. Banyak pujian yang bilang bahwa “Nanda kamu keren bisa ngomong di depan umum”, “Keren pemikiran mu Nan” dan lain sebagainya. Aku sendiri kalau dipuji seperti itu yaaa seneng mungkin bisa sampe salting jungkir balik wkwk. Tapi orang-orang yang melihat diriku sekarang tidak tahu proses apa yang aku alami sampai seperti ini dan disini kita akan menyelam ke masa laluku yang memalukan tapi coba ambil sisi positifnya yaa :D.
Introvert dan Pemalu
Dulu, aku ini orang yang sangat pemalu. Mungkin yang sudah kenal dengan aku bakal enggak percaya dengan sosok Nanda yang introvert, haha, tapi memang itu faktanya. Sosok pemalu yang bahkan tidak berani ngomong ke orang random dan akhirnya mengandalkan orang lain untuk mewakili adalah diriku. Bahkan, minta maaf ke keluarga saat Lebaran saja aku malu.
Titik Puncak
Pada suatu momen saat masih SMP, tiba-tiba aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam OSIS. Entah apa yang merasuki, tapi aku ingin mencoba hal baru. Waktu kelas 7, masuk OSIS itu berat, terlebih di sekolah negeri. Aku kena tekanan mental karena OSIS di sekolahku ibarat musuh satu sekolah. Kebanyakan siswa-siswi membenci OSIS, dan aku pun sempat menangis karena sampai harus dibentak dan dimusuhi orang-orang. Maklum, begini-begini aku berhati Hello Kitty. Kocaknya, aku masih mau lanjut di kelas 8, dan bukan jadi anggota lagi, malah nyalon jadi Ketua OSIS. Mungkin ini gebrakan terbesar sepanjang hidupku kala itu karena tekanan dari orang sekitar, teman, bahkan keluarga yang enggak suka kalau aku gabung OSIS. Tapi, aku percaya bahwa aku butuh OSIS untuk memperbaiki diriku.
Puncak Komedi
Di kala masa pemilihan ketua OSIS, kandidat-kandidat perlu mempersiapkan visi, misi, dan program kerja. Kala itu, mempersiapkan hal tersebut aku perlu nyontek google dan yaa bikin sesuai yang kumau aja. Puncaknya adalah aku dan kandidat lainnya harus kampanye di depan para siswa setelah upacara dan tanpa membawa catatan. Paniknya setengah mati, aku berusaha menghafal dari jauh-jauh hari hingga detik-detik sebelum naik panggung. Saat perkenalan diri dan pengenalan visi, misi berjalan lancar. Lucunya saat menjelaskan program kerja tiba-tiba aku ngeblank. Isi kepala tidak keluar satupun kata dan aku terdiam selama beberapa menit yang akhirnya aku sudahi aja dan turun panggung dengan malu.
Malunya bukan main, karena ini bukan di depan puluhan orang saja tapi ratusan orang dari kelas 7 hingga kelas 9 ada semua di depan ku. Rasa ingin menangis pasti ada tapi aku berusaha tetap tegar seolah tidak terjadi apa-apa. Singkatnya, aku terpilih jadi wakil ketua OSIS 1 (jalur banyak teman). Sungguh ironi.
Tapi dari situ muncul di benak “Mau sampai kapan jadi orang pemalu? yang ngomong aja gagap” dan niat itu yang membuatku ingin berubah keluar dari zona nyaman
Titik Balik
SMA adalah masa balas dendam. Bukan dengan niat buruk, tapi dengan niat ingin berubah. Hal-hal yang tidak bisa, aku coba pelajari. Aku masuk 3 ekstrakurikuler sekaligus: Nihon (Klub Bahasa Jepang), Basket, dan SEL SMANSA (Komunitas Pecinta Lingkungan). Proses perubahan terjadi di SEL SMANSA, karena di komunitas itu aku dan teman-temanku belajar bagaimana critical thinking. Hampir tiap pulang sekolah, kami berdiskusi hingga jam 9 malam tentang bagaimana penanganan permasalahan lingkungan di sekolah.
Kalau mau tahu, sekolahku itu dulunya berantakan. Tempat sampah penuh dengan sampah sampai berjatuhan, motor para siswa berantakan di dalam sekolah, sehingga sekolah kami belum punya gelar Adiwiyata (gelar sekolah yang peduli lingkungan). Siswa dan guru cuek terhadap kondisi, dan kami selaku agen perubahanlah yang bisa menginisiasi.
Selain planning yang bagus, juga disertai pelaksanaan yang bagus. Aku harus mempresentasikan program-program sekolah ke siswa, guru-guru, wakil kepala sekolah, dan bahkan ke PT sekitar untuk sponsorship. Dari situ, secara tidak sadar terdapat pengembangan karakter. Diriku menjadi lebih berani untuk mencoba, berani berbicara, dan manajemen diri yang lebih baik.
Kelas 11, aku pun memberanikan diri untuk kedua kalinya mencalonkan diri menjadi ketua, tapi kali ini di dua ekskul sekaligus: SEL SMANSA dan Nihon. Tebak apa yang terjadi? Semua berjalan lancar. Aku bisa menyampaikan visi misiku dengan berani dan yang penting enggak nge-blank. Aku pun terpilih menjadi ketua di kedua ekskul itu. Sungguh balas dendam yang sukses.
Keluarlah Dari Zona Nyaman
Seperti dalam lirik lagu, terkadang kita perlu keluar dari zona nyaman. Untuk memulainya pasti sulit dan aku paham karena aku pernah merasakannya. Tapi, percayalah sekali kamu berani melangkah, hal selanjutnya jauh lebih mudah. Perjuangannya tidak butuh waktu sebentar; aku pun butuh waktu 2 tahun untuk bisa melihat progresnya, dan perjuanganku masih ada sampai sekarang, tidak setop di 2 tahun itu. Apakah masih suka salah? Iya, tapi itu bagian dari proses. Namun, jika melihat ke belakang perubahan ku sudah jauh terasa dan yang ingin kukatakan untuk diriku yang lama cuma “Terima kasih sudah berani”.

